BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian
adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap
individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan
istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk
dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat
dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju.
Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan
kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut
dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan
persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang
tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan
klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu
klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka
sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien
tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat
besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah
realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian
besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan
dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika
hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami
angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan
kehilangan dan berduka disfungsional.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini, adalah:
- Tujuan umum
- Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
- Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
- Tujuan khusus
- Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
- Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
- Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Kehilangan
2.1.1 Definisi
kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan
bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus
atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian
tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian
atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan
individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi
tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu
kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu
yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi
individu
2.1.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe
yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi
oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di
cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan
sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK,
menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.1.3 Jenis-jenis
Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:
- Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang
dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang
paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak
kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
- Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan
adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini
meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan
mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri
mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang
dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia
muda, fungsi tubuh.
- Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal
misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau
pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
- Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan
terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar
belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
- Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati
baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.
2.1.4 Rentang Respon
Kehilangan
Denial—–> Anger—–>
Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai
sadar akan kenyataan
b. Marah
diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi
fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku
agresif.
3. Fase bergaining / tawar-
menawar.
Verbalisasi; “
kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara
atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
2.2 Berduka
2.2.1 Definisi
berduka
Berduka adalah respon emosi yang
diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal
pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka
yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah
suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan
saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.2.2 Teori dari Proses
Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat
dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah
alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien
dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami
kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku
dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
- Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses
berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang
sedang berduka maupun menjelang ajal.
- Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau
kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan.
Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung
cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
- Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan
kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan,
perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
- Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk
sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap
tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.
- Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang
negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat
menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
- Fase V
Kehilangan yang tak dapat
dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
- Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan
oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5
tahap, yaitu sebagai berikut:
a)
Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti
seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah
terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b)
Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan
kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu
untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.
c)
Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada
tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d)
Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan
disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi
ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan
masalah.
e)
Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan
interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada
bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
- Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan
5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin
berlanjut sampai 3-5 tahun.
- Teori Rando
Rando (1993)
mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
- Penghindaran
Pada
tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
- Konfrontasi
Pada tahap ini
terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang
melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling
akut.
- Akomodasi
Pada tahap ini
terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk
menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN
EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
|
|||
ENGEL
(1964)
|
KUBLER-ROSS
(1969)
|
MARTOCCHIO
(1985)
|
RANDO
(1991)
|
Shock dan
tidak percaya
|
Menyangkal
|
Shock and
disbelief
|
Penghindaran
|
Berkembangnya
kesadaran
|
Marah
|
Yearning and
protest
|
|
Restitusi
|
Tawar-menawar
|
Anguish,
disorganization and despair
|
Konfrontasi
|
Idealization
|
Depresi
|
Identification
in bereavement
|
|
Reorganization
/ the out come
|
Penerimaan
|
Reorganization
and restitution
|
akomodasi
|
BAB III
PERAWATAN
JENAZAH
Perawatan
jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk
menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar
jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien.
Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien, jika
pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan
jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.
Perawatan jenazah
penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan
universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya.
Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga
jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak
menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera
dsb.
Tradisi yang
berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan
memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah
sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya
dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu
setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
Peralatan dan Perlengkapan
1. Kasa atau perban
2. Sarung tangan
3. Penganjal dagu
4. Pads
5. Kapas
6. Plastik jenazah
7. 3 label indikasi
8. Plester
9. Tas plastic
10. Air dalam baskom
11. Sabun
12. Handuk
13. Selimut mandi
14. Kain kafan
15. Daftar barang
16. Peniti
17. Sisir
18. Baju bersih
19. Celemek
20. Bengkok
21. Tempat pakaian kotor
22. Waslap
Pelaksanaan
1. Memberitahu keluarga bahwa
jenazah akan dibersihkan
2. Menyiapkan alat dan
mendekatkan ke jenazah
3. Mencuci tangan dan keringkan
dengan handuk bersih
4. Memakai celemek dan
menggunakan sarung tangan
5. Atur lingkungan sekitar
tempat tidur
6. Atur tempat tidur dan dalam
posisi datar
7. Tempatkan tubuh dalam posisi
supinasi
8. Tutup mata jenazah,
menggunakan kapas yang secara perlahan ditutupkan pada kelopak
mata dan plester jika mata tidak
tertutup
9. Luruskan badan, dengan lengan
diletakkan menyilang pada pergelangan tangan dan menyilang abdomen. Pada
beberapa RS kadang lengan disisi telapak tangan menghadap kebawah.
10. Ambil gigi palsu jika
diperlukan dan tutup mulut. Jika tidak mau tertutup, tempatkan gulungan handuk
di bawah dagu agar mulut tertutup. Tempatkan bantal di bawah kepala
11. Lepaskan perhiasan dan
barang berharga di hadapan keluarga. Beri label identitas
12. Jaga keamanan barang pasien
13. Bersihkan badan dengan air
bersih
14. Rapikan rambut dengan sisir
rambut
15. Rawat drainage dan tube yang
lain
16. Ganti balutan yang kotor
bila ada balutan
17. Pakaikan pakaian yang bersih
untuk diperlihatkan pada keluarga. Jika keluarga meminta untuk melihat jenazah,
tempatkan pada posisi tidur, supinasi, mata tertutup, lengan menyilang di
abdomen.
18. Beri label identifikasi pada
jenazah. Label identitas dengan nama, umur dan jeniskelamin, tanggal, nomor RS,
nomor kamar, dan nama dokter.
19. Ikatkan kasa/perban atau
pengikaat lain di bawah dagu dan sekitar kepala untuk menjaga agar dagu tetap
tertutup. Juga ikat pergelangan tangan bersama menyilang di atas abdomen untuk
menjaga lengan agar tidak jatuh. Letakkan jenazah pada kain kafan sesuai dengan
peraturan RS.
20. Beri label pada bagian luar.
Mengisi lengkap formulir jenazah (nama, jenis kelamin, tanggal/jam meninggal,
asal ruangan,dll)
21. Pindahkan jenazah ke kamar
jenazah. Beberapa RS membarkan jenazah di kamar sampai petugas kamar jenazah
mengambilnya.
22. Membereskan dan membersihkan
peralatan dan kamar pasien.
23. Melepaskan sarung tangan.
24. Mencuci tangan dengan sabun
dan air mengalir, mengeringkan dengan handuk bersih.
25. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan.
25. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam perawatan jenazah
1. Berikan
barang-barang milik pasien kepada keluarga atau bawa barang tersebut ke kamar
jenazah. Jika perhiasan atau uang diberikan kepada keluarga, pastikan ada
petugas/perawat lain yang menemani. Minta tanda tangan dari anggota keluarga
yang sudah dewasa untuk untuk vertifikasi penerimaan barang berharga.
2. Berikan
support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan teman dan kepada pasien
lain yang sekamar.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu
kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu
yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal
pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka
yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah
suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.
Berduka disfungsional adalah
suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan
saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe
yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan
yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri
sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51,
membagi respon berduka dalam lima
fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan volume 1. Jakarta :
EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses
keperawatan. Jakarta :
Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa
Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana
Perawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku
Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta :
ECG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar